Get Free Music Indonesia Technology
Get Free Music Indonesia Technology

Free Music Indonesia Technology
kopi flores manggarai

Senin, 05 November 2012

Mitos dan Sejarah KopiRIVAL { Tags:  }Ada cerita menarik berkaitan dengan sejarah kopi. Konon, Raja Gustaff II (1594-1632) dari Swedia pernah menjatuhkan hukuman kepada dua orang bersaudara kembar. Mereka dianggap bersalah dalam suatu tindak pidana yang dituduhkan kepada mereka. Untuk menentukan siapa yang bersalah, sang raja membuat aturan unik dan tak lazim.Salah seorang hanya diizinkan minum kopi selama hidupnya, sedangkan seorang lagi hanya boleh minum teh. Nah, siapa yang lebih dulu meninggal, dialah yang dianggap bersalah. Ternyata, yang meninggal duluan adalah peminum teh pada usia 83 tahun, meski sudah terlambat, dia ditetapkan sebagai yang bersalah. Sejak saat itulah, orang Swedia dan negara-negara di kawasan Skandinavia menjadi begitu maniak dan fanatik terhadap kopi. Mungkin mereka percaya dengan minum kopi, umur mereka bisa lebih panjang.Mitos dan SejarahKisah Raja Gustaff II dan aturan mianum kopinya hanyalah salah satu kisah unik yang mewarnai perjalanan kopi. Di sejumlah tempat dan negara ada banyak legenda dan kisah mengenai kopi, meski kisah-kisah tersebut bercampur aduk antara mitos dan sejarah. Legenda paling masyhur dalam perjalanan kopi adalah kisah Kaldi dan temuan “biji merah ajaibnya”.Dalam satu kisah disebutkan, sekitar abad ke-3, hiduplah seorang penggembala kambing di Ethiopia bernama Kaldi. Kaldi dikenal sebagai penggembala yang baik dan sangat bertanggung jawab terhadap hewan yang diurusnya. Suatu hari, kambing-kambing tersebut tidak pulang dan Kaldi pun mencarinya. Ketika ditemukan, Kaldi melihat kelakuan aneh diperlihatkan oleh kambing-kambingnya, berloncatan riang gembira, seperti sedang mabuk.Tentu saja Kaldi heran dan mencari tahu apa gerangan yang menyebabkan kambing-kambing itu “menari-nari”? Kaldi kemudian tertarik oleh sekumpulan biji-biji berwarna merah mengilap yang ada di semak-semak dan dimakan oleh kambing-kambingnya. Dengan rasa ingin tahu, Kaldi pun mencoba memakan biji-biji tersebut. Sungguh ajaib, beberapa saat kemudian sang penggembala kambing itu menari-nari dengan riang, sama seperti kelakuan kambing-kambingnya.Saat itu lewatlah seorang pria terpelajar asal kota. Pria bernama Aucuba itu merasa mengantuk, lelah, dan lapar. Aucuba kebetulan menyaksikan “aksi gila” Kaldi dan kambing-kambingnya. Saking laparnya, Aucuba pun mencoba makan biji merah yang dimakan Kaldi. Tak berapa lama, Aucuba merasa tubuhnya jadi segar, tenaganya pulih, rasa mengantuknya hilang, dan siap melanjutkan perjalanannya.Ia pun membawa beberapa biji merah ke kota dan mencampurnya dengan makanan lain. Ia juga menggunakan biji merah itu sebagai bahan pencampur bagi minuman para biarawan agar bisa tetap terjaga selama berdoa. Ia juga menyebarkan biji-biji merah yang ajaib itu ke kota dan biara lain. Aucuba pun jadi orang kaya. Sedangkan, kisah Kaldi dengan kambing-kambingnya tak ada kelanjutannya.Peran Pedagang ArabTerlepas dari berbagai legenda, mitos, dan klaim berbagai pihak, sejarah mencatat penanaman komersial kopi pertama kali dilakukan di Arab pada abad ke-15. Untuk jangka waktu yang lama, perdagangan komoditi yang berkelas tersebut dijaga dengan sangat ketat, para petani Arab berusaha dengan berbagai cara untuk menghentikan negara lain memperoleh biji kopi mereka yang berharga. Sejalan dengan waktu, biji kopi serta potongan tanaman tersebar ke daerah Aden, Mesir, Suriah, serta Turki di mana kopi terkenal sebagai “anggur arab” .Dari dunia Muslim, kopi menyebar ke Eropa, di mana minuman ini menjadi populer selama abad ke-17. Orang Belanda adalah yang pertama kali mengimpor kopi dalam skala besar ke Eropa dan pada suatu waktu menyelundupkan bijinya pada tahun 1690 karena tanaman atau biji mentahnya tidak diizinkan keluar kawasan Arab. Kemudian, berlanjut pada penanaman kopi di Jawa oleh orang Belanda.Kopi pun dengan cepat menyebar ke Eropa. Meski masyarakat Italia sudah mengenal kopi sejak abad ke-10, namun pembukaan kedai kopi pertama, Botega Delcafe di Italia, baru terjadi pada tahun 1645. Kedai kopi itu kemudian menjadi pusat pertemuan para cerdik pandai di negeri pizza tersebut. Di Kota London, coffee house pertama dibuka di George Yard di Lombat Sreet dan di Paris, kedai kopi dibuka pada tahun 1671 di Saint Germain Fair.Pada abad ke-18, misionaris (utusan), para pedagang serta kolonis memperkenalkan kopi pada Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Lingkungan alamnya yang alami terbukti merupakan tempat yang tepat untuk bertanam kopi sehingga kopi dapat tumbuh menyebar dengan cepat.Sedangkan di Amerika, kopi dijadikan minuman nasional di Amerika Serikat dan menjadi menu utama di meja-meja makan pagi. Ketika kopi mencapai kawasan koloni Amerika, pada awalnya tidak sesukses di Eropa karena dianggap kurang bisa menggantikan alkohol. Akan tetapi, selama Perang Revolusi, permintaan terhadap kopi meningkat cukup tinggi, sampai para penyalur harus membuka persediaan cadangan dan menaikkan harganya secara dramatis, sebagian hal ini didasari oleh menurunnya persediaan teh oleh para pedagang Inggris.Minuman TerlarangPerjalanan kopi menjadi minuman yang paling digemari penduduk bumi memang tidak mulus. Ada masa-masa di mana kopi menjadi produk yang kehadirannya “diharamkan”. Pada tahun 1511, karena efek rangsangan yang ditimbulkan, dilarang penggunaannya oleh para imam konservatif dan ortodoks di majelis keagamaan di Mekah, Arab Saudi. Akan tetapi, karena popularitas minuman ini, larangan tersebut pada tahun 1524 dihilangkan atas perintah Sultan Selim I dari Kesultanan Utsmaniyah Turki. Di Kairo, Mesir, larangan yang serupa juga disahkan pada tahun 1532, di mana kedai kopi dan gudang kopi ditutup.Seabad kemudian, tepatnya pada tahun 1656, Wazir Kerajaan Usmaniyah mengeluarkan larangan untuk membuka kedai-kedai kopi. Bukan hanya melarang kopi, melainkan menghukum orang-orang yang minum kopi dengan hukuman cambuk pada pelanggaran pertama. Tetapi, bertahun-tahun kemudian, pelarangan minum kopi di Timur Tengah lambat-laun terkikis sehingga jika seorang suami melarang istrinya minum kopi, si istri tersebut bisa memakai alasan ini untuk meminta cerai.Di Italia, pendeta-pendeta melarang umatnya minum kopi dan menyatakan, minuman kopi itu dimasukkan sultan-sultan muslim untuk menggantikan anggur. Bukan hanya melarang, melainkan juga menghukum orang-orang yang minum kopi. Alasannya, kopi adalah “komoditas politik” kaum muslim dalam upaya menggeser popularitas anggur yang sejak lama sudah dikenal dan identik dengan kaum Katolik.Larangan juga diberlakukan di Rusia, meski lebih bersifat “diskriminatif” dan menjaga wibawa aristokrasi kopi. Karena dianggap bergengsi sebagai minuman, Raja Frederick Agung dari Rusia pada tahun 1777 hanya memperbolehkan kalangan atas atau kelas bangsawan saja untuk menunjukkan kearistokratan kopi.Kopi di IndonesiaPada awalnya, kopi di Indonesia berada di bawah pemerintah Belanda. Kopi diperkenalkan di Indonesia lewat Sri Lanka. Awalnya, pemerintah Belanda menanam kopi di daerah sekitar Batavia (Jakarta), Sukabumi, dan Bogor. Kopi juga ditanam di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatra, dan Sulawesi. Pada permulaan abad ke-20 perkebunan kopi di Indonesia terserang hama yang hampir memusnahkan seluruh tanaman kopi. Pada saat itu, kopi juga ditanam di Timor dan Flores. Kedua pulau ini pada saat itu berada di bawah pemerintahan bangsa Portugis. Jenis kopi yang ditanam di sana juga adalah kopi arabika. Kopi ini tidak terserang hama.Menurut situs wikipedia, pemerintah Belanda kemudian menanam kopi liberika untuk menanggulangi hama tersebut. Varietas ini tidak begitu lama populer dan juga terserang hama. Kopi liberika masih dapat ditemui di pulau Jawa, walau jarang ditanam sebagai bahan produksi komersial. Biji kopi liberika sedikit lebih besar dari biji kopi arabika dan kopi robusta.Bencana alam, Perang Dunia II dan perjuangan kemerdekaan, semuanya mempunyai peranan penting bagi kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-20 perkebunan kopi berada di bawah kontrol pemerintahan Belanda. Infrastruktur dikembangkan untuk mempermudah perdagangan kopi. Sebelum Perang Dunia II di Jawa Tengah terdapat jalur rel kereta api yang digunakan untuk mengangkut kopi, gula, merica, teh, dan tembakau ke Semarang untuk kemudian diangkut dengan kapal laut. Kopi yang ditanam di Jawa Tengah umumnya adalah kopi arabika. Sedangkan, di Jawa Timur (Kayu Mas, Blewan, dan Jampit) umumnya adalah kopi robusta. Di daerah pegunungan dari Jember hingga Banyuwangi terdapat banyak perkebunan kopi arabika dan robusta. Kopi robusta tumbuh di daerah rendah, sedangkan kopi arabika tumbuh di daerah tinggi.Saat ini, kopi merupakan minuman ke-2 yang dikonsumsi di seluruh dunia, setelah air. Finlandia merupakan negara yang konsumsi per kapitanya paling tinggi, dengan rata-rata konsumsi per orang sekitar 1400 cangkir setiap tahunnya!Kopi merupakan komoditas nomor dua yang paling banyak diperdagangkan setelah minyak bumi. Total 6,7 juta ton kopi diproduksi dalam kurun waktu 1998-2000 saja. FAO memperkirakan, pada tahun 2010, produksi kopi dunia akan mencapai 7 juta ton per tahun.




by  on Sunday, February 26th, 2012 | Comments Of f
perkembangan sejarah kopi? Kebanyakan penikmat kopi mungkin tidak tahu asala usul minuman beraroma kuat dan berasa pahit ini. Oleh karenanya, berikut ini uraian singkat tentang asal usul atau sejarah kopi di dunia dan di Indonesia. Walaupun dikenal sebagai negara penghasil kopi terbesar keempat di dunia, kopi bukan berasal dari Indonesia. Beberapa sumber menyebutkan bahwa sejarah kopi dimulai dari Etiopia, pada sekitar abad ke tiga belas; namun, beberapa sumber menyebutkan pada abad ke sembilan.
Sejarah kopi pada awalnya disebutkan dimulai dari seorang penggembala kambing, yang pertama menemukan efek yang ditimbulkan biji kopi pada kambing mereka. Namun, tidak ada catatan atau bukti yang dapat membuktikan kejadian ini. Dari sebuah negara kecil bernama Etiopia, sejarah kopi lalu berlanjut dengan menyebar ke negara lain di Afrika, seperti Yaman dan Mesir. Kopi yang telah disangrai dan dipanggang pertama kali diperkenalkan di negara Arab, yang lalu diabadikan sebagai salah satu jenis kopi, yaitu kopi arabika. Walaupun memiliki banyak penggemar, sejarah kopi pernah mengalami sedikit hambatan sewaktu dilarang oleh majelis keagamaan di Arab.
Sejarah kopi semenjak diperkenalkan di Arab, mengalami perkembangan pesat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Di negara kita ini, kopi pertama kali menjadi tanaman perkebunan pada jaman penjajah Belanda. Melalui Sri Lanka, kopi menjadi komoditi yang menjanjikan di Indonesia. Oleh karenanya, sejarah kopi di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat, karena telah menjadi perkebunan tersendiri di daerah Bogor, Jakarta, lalu menyebar ke daerah Jawa Tengah. Namun, sebagaimana perkembanga kopi di dunia, sejarah kopi di Indonesia juga mengalami hambatan pada awal abad ke 20. Pada masa itu, hampir seluruh tanaman kopi terserang hama, sehingga gagal panen kopi terjadi di hampir seluruh perkebunan kopi terutama di pulau Jawa.



Sejarah kopi di Indonesia sudah dimulai dari beberapa ratus tahun yang lalu. Sejarah kopi dari jaman kolonial sedikit banyak memberikan dampak positif kepada industri dan perkebunan kopi di Indonesia. Kopi pada umumnya diolah sebagai bahan utama minuman, dan biasanya disajikan sewaktu masih panas beserta dengan beberapa kudapan pelengkap. Apabila anda adalah seorang penggemar kopi,  mungkin anda tahu betul segala hal tentang kopi; namun, apakah anda mengerti asal usul dan 
pertanya"An BUAT ASE KAE DORANG kapan kopi masuk  ke MANGGARAI??????????? 


 SEKARANG KITA TINGGALKAN SEJARAH TENTANG  KOPI, BERALIH KE BUDAYA MANGGARAI 
Budaya Manggarai

RAGAM BUDAYA MANGGARAI

ABUN
Pada umumnya gambaran masyarakat Manggarai bisa dilihat dari corak maupun ragam budayanya yang tercermin dalam berbagai sistem atau sub-sistem yang berlaku. Beragam sub-sistem yang hidup dalam masyarakat Manggarai yang dapat memperlihatkan bagaimana sesungguhnya corak kebudayaan di Manggarai. Sub-sistem yang hidup dalam masyarakat Manggarai yaitu sub-sistem religi, sub-sistem organisasi, sub-sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian atau ekonomi, sistem teknologi.

1. Religi
Secara umum, sistem religi asli orang Manggarai adalah monoteis implisit, dengan dasar religinya yakni menyembah Tuhan Maha Pencipta dan Maha Kuasa (mori jadi dedek – Ema pu’un kuasa), meski masih terdapat cara-cara dan tempat persembahan misalnya, compang (mesbah) juga terkadang di bawah pohon-pohon besar yang dipandang angker dan suci.

Compang (Mesbah)
Yang didirikan di tengah kampung karena menurut kepercayaan orang Manggarai di sana berdiamlah Sang Naga Beo (kekuatan pelindung) yang menjaga ketentraman warga kampung setiap waktu. Compang itu berbentuk bulat maksudnya atau mengandung makna kekerabatan, sehingga dalam upacara adat Manggarai sering diungkapkan kalimat sebagai berikut:

Muku ca pu’u toe woleng curup (kesatuan kata)
Ipung ca tiwu neka woleng wintuk (kesatuan tindakan)
Teu ca ambong neka woleng lako (kesatuan langkah)

Wujud nyata dari prinsip ini nampak dalam kegiatan leles, kokor tago, dan lain-lain. semuanya menekankan persaudaraan, kebersamaan, dan kekeluargaan.
Di dalam masyarakat Manggarai, khususnya berkaitan dengan religius tumbuh dan berkembangnya upacara-upacara adat yang berkaitan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi misalnya :

* Dalam acara penti, ucapan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi:
- Lawang morin agu ngaran
Artinya untuk minta pengukuhan dari Tuhan sebagai pemilik atau pemberi atas benih atau tumbuh-tumbuhan yang digunakan oleh manusia. sehingga dalam adat Manggarai, diadakannya pesta penti (syukuran) kepada Tuhan atas pemberiannya itu.

* Dalam upacara kematian, ucapan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi :
- Kamping morin agu ngaran

2. Sistem Organisasi Sosial atau Kemasyarakatan
1. Lembaga adat atau tua adat
* Gendang
A. Sejarah berdirinya gendang
Secara etimologis, gendang adalah alat musik tradisional Manggarai sejenis drum. Sedangkan secara esensial, gendang adalah lembaga kekuasaan dari suatu masyarakat hukum adat. Seperti masyarakat hukum adat Gendang Mano, Gendang Alang Mano, Gendang Lame, dan Gendang Bea Laing. Sehingga secara umum Gendang adalah nenek moyang dari masyarakat hukum adat tertentu beserta keturunannya yang berkuasa untuk memerintah seluruh masyarakat hukum adat tertentu dan berkuasa atas wilayahnya.
Dalam hal terbentuknya gendang, walaupun memiliki sejarah tersendiri tetapi melihat struktur lembaga hukum adat yang berlaku sampai sekarang di Kabupaten Daerah Tingkat II Manggarai, maka gendang dibentuk atau diadakan oleh Gelarang yang tugasnya untuk menyelesaikan sengketa tanah atau lingko yang timbul antara gendang dan menentukan serta membagikan lingko-lingko kepada setiap kampung atau gendang.
Cara lain yang membentuk atau mengadakan gendang adalah sebagai akibat memenangkan perang atau menguasai suatu wilayah kosong.
Gendang Mano yang dimaksud dalam penelitian ini dibentuk setelah menguasai suatu wilayah kosong yang telah ratusan tahun ditinggalkan. Wilayah kosong ini ditemukan oleh nenek moyang orang Mano yaitu suku Kuleng. Suku ini kemudian membentuk Gendang’n one lingko’n pe’ang yang berdiri sampai saat ini. Perlu juga diketahui bahwa nenek moyang pertama yang menguasai wilayah Mano adalah Empo Mbak. Empo Mbak ini adalah pelarian atau orang buangan dari suku Minangkabau sebagai akibat perebutan kekuasaan. Dalam legenda orang Manggarai, Empo Mbak ini adalah seorang keturunan raja Minangkabau.
Dalam perkembangannya, karena memiliki lingko yang luas dan banyak maka Gendang Mano memberikan (widang) suatu lingko kepada orang Alang sebagai tanda persaudaraan.
Kemudian terbentuklah gendang’n onen lingkon’n pe’ang, dari Gendang Alang Mano.
Demikian juga dengan Gendang Bea Laing yang disebut dengan Gendang Ase Ka’e (famili, sanak saudara), karena sebenarnya Bea Laing berasal dari suku Pau Ruteng. Atas kebaikan orang Mano mereka lalu diberikan untuk menghuni wilayah Bangka Pau di Mano kemudian pindah ke Mera Mano. Karena perkembangan akhirnya mereka pindah ke Bea Laing untuk menetap, dan melalui perkawinan maka terjadilah hubungan dengan masyarakat Gendang Mano, karena melalui suatu kebijaksanaan maka Gendang Mano memberikan lingko kepada suku Pau Ruteng.
Sedangkan terbentuknya Gendang Lame atau gendang widang (pembagian) adalah gendang pembagian kepada saudari perempuan atau kepada anak mantu.
Maka Gendang Mano membagi lingko untuk mendirikan Gendang Lame. Serta lembaga hukum adatnya yaitu Gendang’n onen lingko’n pe’ang.
Sehingga hubungan antara Gendang Mano dan ketiga Gendang tersebut sangat erat dan harmonis dan ketiga Gendang yang dibentuk tetap tunduk dan taat kepada Gendang Mano, seperti dalam hal sebagai berikut :
- Ketiga Gendang harus tunduk dan taat kepada perintah dari Gendang Mano dalam hubungan adat istiadat mengenai lingko.
- Apabila ketiga Gendang tersebut membagi moso atau lodok (membagi tanah per keluarga), Gendang Mano harus mendapatkan juga satu bagian sebagai Gendang induk.
- Masyarakat dari kegita Gendang harus hadir apabila dipanggil oleh Tu’a Gendang Mano sehubungan dengan pesta penti.

B. Fungsi, tugas dan struktur organisasi gendang
Pada dasarnya fungsi, tugas dan struktur organisasi gendang yang ada di Manggarai sama.
a. Fungsi organisasi gendang :
- Menegakkan sejarah garis keturunan.
- Mempertahankan kekuasaan gendang.
- Mempersatukan warga gendang.
- Menata kehidupan sosial warga gendang.
- Mempertahankan kepemilikan tanah dan mengatur pembagiannya.
- Membentuk pertahanan yang kuat dalam menghadapi musuh.
b. Tugas organisasi gendang :
- Menjaga dan memelihara kesinambungan keberadaan keturunan gendang.
- Menata ketertiban sosial bagi kehidupan warga gendang.
- Memasukkan kehidupan bersama warga gendang.
c. Struktur organisasi gendang
Sebagai tambahan, saya mulai saja dengan melihat kembali sejarah pemerintahan di Manggarai sejak zaman pemerintahan Goa, Bima dan pemerintahan jajahan Belanda. Sehingga struktur pemerintahan pada jaman itu adalah sebagai berikut :

Gambar 1
Struktur Organisasi Elit Tradisional
Di Kabupaten Manggarai

Membaca dan melihat struktur pemerintahan tersebut jelas terlihat bahwa Raja membentuk dan mengangkat Dalu yang kemudian dinamakan Haminte sampai dengan tahun 1968. Kemudian Dalu membentuk Gelarang yang fungsi dan tugasnya menentukan dan membagi-bagikan Lingko kepada setiap kampung atau gendang serta menyelesaikan sengketa tanah yang timbul antara gendang di setiap kampung atau desa. Keadaan ini berlaku hingga saat ini melalui hukum adat Manggarai, tetapi tidak mutlak untuk membentuk atau mengadakan gendang di setiap kampung.
Keadaan dewasa ini telah menunjukkan bahwa Raja, Dalu dan Gelarang tidak berperan lagi karena organisasinya telah bubar, yang tertinggal hanyalah apa yang dinamakan dengan gendang atau lembaga hukum adat yang disebut dengan gendang’n onen lingko’n pe’ang.
Mengenai struktur organisasi elit tradisional yang dalam penelitian ini adalah gendang, dapat dilihat pada gambar 2.
Deskripsi jabatan :
1. Tu’a gendang adalah sekelompok orang yang merupakan pendiri gendang dan keturunannya. Sehingga mereka menguasai Beo (kampung) secara keseluruhan yaitu gendang’n onen lingko’n pe’ang.
Keturunan pendiri gendang berhak untuk menjadi :
- Tu’a Golo
- Tu’a Teno
- Ata lami gendang (keluarga yang menempati rumah niang atau rumah gendang dan menjaga serta memelihara).
- Pelaksana ritus gendang yang menentukan penti (syukuran), oli (upacara musim tanam), wasa (mohon penyuburan), dan paki kaba (persembahan).
Gambar 2
Struktur Organisasi Elit Tradisional
Di Desa Mandosawu


2. Tu’a Golo
Adalah Tu’a yang menguasai golo (kampung)
Pa’ang’n olon, ngaung’n musi (segenap wilayah milik gendang yang bertugas memimpin rakyat gendang, mengontrol dan menertibkan pelaksanaan adat istiadat sebagai pedoman hidup seluruh warga gendang dan memberi sanksi bagi yang melanggar tata tertib gendang.
Yang mengangkat Tu’a Golo adalah Tu’a Gendang. Dia yang diangkat karena turunan pendiri gendang, mempunyai gesah sebagai pemimpin, taat kepada aturan adat istiadat dan tidak banyak cacat cela dalam hal moral.
Tugas Tu’a Golo adalah sebagai pemimpin rakyat gendang dalam hal urusan harian seperti ketertiban warga gendang, menjaga keamanan warga dan kebun warga. Dan persyaratan menjadi Tu’a Golo adalah orang yang bijaksana, mampu menyelesaikan masalah dalam wilayah gendang. Dalam musyawarah gendang, dia adalah pemimpin sidang, khusus di luar kekuasaan Tu’a Teno. Tetapi dia harus taat kepada kebijaksanaan Tu’a Gendang yang merupakan sesepuh-sesepuh agung gendang. Dan perlu diketahui bahwa kedudukan Tu’a Golo dan Tu’a Teno adalah sejajar.
3. Tu’a Teno adalah orang yang berasal dari Tu’a gendang dengan tugas menentukan pembagian tanah yang menjadi hak milik gendang, mengamankan pelaksanaan pembagian tanah dan melaksanakan ritus pembagian. Sedang yang menentukan kepemilikan tanah adalah Tu’a Gendang.
4. Tu’a Panga. Panga (bagian atau cabang) adalah sekelompok orang yang merupakan turunan Tu’a Gendang pada lapisan tertentu yang dipercayakan untuk mengurus diri berdasarkan kebijaksanaan Tu’a Gendang, Tu’a Golo dan Tu’a Teno.
Tu’a Panga adalah pemimpin atau kepala panga. Panga terdiri dari beberapa Ame atau keluarga yang berasal dari satu nenek dalam suku tertentu.
5. Tu’a Ame adalah keturunan Tu’a Gendang sesudah lapisan panga dan dipercayakan untuk mengurus diri. Ame terdiri dari beberapa kilo atau keluarga. Tu’a Ame adalah pemimpin keluarga.
6. Tu’a Kilo adalah yang mengetahui atau menguasai suatu keluarga. Tu’a Kilo adalah pemimpin keluarga yang biasanya disandang oleh bapak.
7. Tu’a Wa’u adalah yang mengepalai keturunan pendatang yang telah berkembang dalam gendang dan menerima pembagian tanah. Pada umumnya mereka memiliki hubungan dengan gendang karena faktor perkawinan. Walaupun mereka merupakan keturunan pendatang, namun tetap taat pada tata tertib dan peraturan gendang yang dihuni.
8. Tu’a Wae Tu’a yaitu yang mengetahui atau menguasai suku yang tertua dari gendang tersebut. Biasa disebut dengan wae ka’e atau keturunan tertua.
9. Tu’a Wae Koe yaitu yang mengetahui atau menguasai suku yang termuda dalam gendang. Biasa disebut dengan wae ase atau keturunan termuda.
C. Ruang Lingkup Wilayah Gendang
Wilayah kekuasaan gendang adalah suatu wilayah tertentu dari sebuah kampung atau desa yang terdiri dari beberapa lingko atau tanah dan setiap lingko mempunyai tanah sendiri. Wilayah kekuasaan ini nampak dalam sebutan gendang’n onen atau beon one, lingko’n pe’ang.
Gendang’n one yang dimaksud adalah segenap warga gendang sedangkan lingko’n pe’ang adalah wilayah yang merupakan tanah (lingko) milik gendang.
* Kekerabatan atau Keluarga Perkawinan
(Menyangkut Anak Wina – Anak Rona)
- Sistem perkawinan menurut adat Manggarai
Menurut adat Manggarai, ada tiga cara atau sistem perkawinan yaitu :
a. Cangkang
Perkawinan di luar suku atau perkawinan antar suku. Dalam bahasa adanya dikatakan laki pe’ang atau wai pe’ang (anak wanita yang kawin di luar suku). Orang yang laki pe’ang atau wai pe’ang membuka jalur hubungan baru dengan suku-suku lain. Dengan itu keluarga besar lebih lebar jangkauan hubungan woe nelu-nya. Dari praktek orang tua tempo dulu, orang yang laki pe’ang bukan sembarang orang. Biasanya dari kalangan keluarga yang mampu membayar belis atau paca. Karena paca itu sendiri bukan cuma soal uang atau hewan, tetapi terutama soal harga diri dan martabat dari kedua belah pihak, antara keluarga pria dan wanita.
b. Tungku
Perkawinan untuk mempertahankan hubungan woe nelu, hubungan anak rona dengan anak wina yang sudah terbentuk akibat perkawinan cangkang. Laki-laiki dan wanita yang kawin tungku disebut saja laki one dan wai leleng one.
Pemuda yang laki one dapat berarti pria yang kawin tungku, juga berarti perkawinan terjadi di dalam atau di sekitar kampung asalnya.
Demikian pula terhadap wanita yang wai leleng one. Berbicara tentang paca untuk orang yang laki one dan wai leleng one tergantung pada jenis tungku.
Menurut adat Manggarai ada beberapa jenis tungku :
- Tungku cu atau tungku dungka
Kawin antara anak laki-laki dari ibu kawin dengan anak perempuan dari saudara itu atau om.
- Tungku nereng nara
- Tungku anak de due
- Tungku canggot
- Tungku ulu atau tungku sa’i
- Tungku salang manga
- Tungku dondot
c. Cako
Perkawinan dalam suku sendiri. Biasanya anak laki-laki dari keturunan adik dan anak perempuan dari keturunan kakak. Disebut juga sebagai perkawinan cako cama tau. Perkawinan cako biasanya orang tua mulai mencobanya pada lapisan ketiga atau lapisan keempat dalam daftar silsilah keluarga. Mengapa dikatakan mencoba? Karena menurut adat Manggarai, tidak semua perkawinan cako direstui mori agu ngaran. Orang Manggarai percaya bahwa Tuhan-lah yang menentukan apakan perkawinan itu direstui atau tidak. Ada bukti bahwa perkawinan cako tidak direstui, bahwa kedua insan yang menikah itu mati pada usia muda sebelum memperoleh anak.
Perkawinan cako cama salang artinya perkawinan yang dilangsungkan dengan sesama anak wina. Dalam konteks ini belis tidak dituntut sesuai dengan kemampuan kita. Berlaku ungkapan tama beka salang agu beka weki.

* Arti anak wina dan anak rona
Dalam konteks sosial budaya Manggarai yang disebut anak rona berasal dari keturunan pria atau yang disebut ata one. Sedangkan anak wina berasal dari keturunan anak perempuan atau yang disebut ata pe’ang.
Anak wina – anak rona muncul karena hubungan perkawinan, di mana pihak pria disebut anak wina dan pihak perempuan disebut anak rona.

3. Ilmu Pengetahuan
Sejak dulu, orang Manggarai memiliki pengetahuan tentang alam sekitarnya, baik fauna maupun flora dengan seluruh ekosistemnya. Sistem dan pola hidup masyarakat Manggarai yang agraris mengharuskan mereka memiliki pengetahuan yang cukup tentang flora, tentang tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat bagi kehidupannya.
Begitupun pengetahuan tentang fauna dimiliki secara turun temurun karena orang Manggarai pada dasarnya senang beternak dan berburu.

4. Bahasa
Mengutip hasil penelitian Pastor P.J. Verheijen, SVD yang dilakukannya sebelum 1950 menyebutkan bahwa di Manggarai terdapat enam bahasa, yaitu bahasa Komodo di pulau Komodo, bahasa Werana di Manggarai Tenggara, bahasa Rembong di Rembong yang wilayahnya meluas ke Ngada Utara, bahasa Kempo di wilayah Kempo, bahasa Rajong di wilayah Rajong dan bahasa Manggarai Kuku yang termasuk atas lima kelompok dialeg, termasuk bahasa Manggarai Timur Jauh.
Pengelompokkan bahasa tersebut sekaligus mengisyaratkan secara umum kelompok budaya di Manggarai yang erat kaitannya dengan corak kesatuan genealogis, sebab kesatuan genealogis yang lebih besar di Manggarai adalah Wa’u (klen patrilineal) dan perkawinan pun patrilokal. Dalam kesatuan genealogis inilah bahasa terpelihara baik secara turun temurun.

5. Kesenian
Di Manggarai juga tumbuh dan berkembang berbagai jenis kesenian khas daerah ini seperti seni sastra, musik, tari, lukis, disain dan kriya. Dari berbagai jenis kesenian itu, ada dua jenis yang sudah mencapai tingkat sebuah peradaban dan sudah dikenal luas, yakni seni pertunjukan caci dan seni rupa (kriya), songke.
Caci sudah merupakan puncak kebudayaan Manggarai yang unik dan sarat makna: seni gerak (lomes), nilai etika (sopan santun), nilai estektika, muatan nilai persatuan, ekspresi suka cita, nilai sportifitas, serta penanaman percaya diri.
Beberapa macam kesenian di Manggarai :
- Seni Musik
* Alat-alat musi tradisional : sunding, gong, gendang, tambor, tinding.
- Seni Tenun
* Tenun Songke
Seni kriya songke sarat dengan nilai dan simbol. Warna dasar hitam pada songke melambangkan sebuah arti kebesaran dan keagungan orang Manggarai serta kepasrahan bahwa semua manusia akhirnya akan kembali pada Yang Maha Kuasa. Sedangkan aneka motif bunga pada kain songke mengandung banyak makna sesuai motif itu sendiri seperti motif wela kawong bermakna interdependensi antara manusia dengan alam sekitarnya.
Motif ranggong (laba-laba) bersimbol kejujuran dan kerja keras. Motif ju’i (garis-garis batas) pertanda keberakhiran segala sesuatu, yaitu segala sesuatu ada akhirnya, ada batasnya. Motif ntala (bintang) terkait dengan harapan yang sering dikumandangkan dalam tudak, doa porong langkas haeng ntala, supaya senantiasa tinggi sampai bintang.
Maksudnya, agar senantiasa sehat, umur panjang, dan memiliki ketinggian pengaruh lebih dari orang lain dalam hal membawa perubahan dalam hidup.
Motif wela runu (bunga runu), yang melambangkan sikap atau ethos bahwa orang Manggarai bagaikan bunga kecil tapi memberikan keindahan dan hidup di tengah-tengah kefanaan ini.
- Seni Sastra
Cerita-cerita rakyat.
- Seni Tari
* Ronda


Ronda adalah sebuah nyanyian yang dipakai sebagai nyanyian perarakan, misalnya menjemput tamu baru.

* Sae
Sebuah tarian adat Manggarai untuk memeriahkan sebuah pesta. Misalnya dalam upacara adat masyarakat yaitu upacara paki kaba dalam rangka congko lokap atau menempatkan kampung baru.
* Sanda
Sebuah nyanyian, yang dinyanyikan oleh banyak orang dalam bentuk lingkaran. Sanda sering dipakai dalam upacara menjelang pesta penti dan pesta adat lainnya.
* Danding
* Wera

6. Sistem Mata Pencaharian atau Ekonomi
Aktivitas perekonomian atau mata pencaharian sudah sangat lama dikenal dalam masyarakat Manggarai. Bahkan sepanjang usia peradaban yang dimilikinya, seusia itu pula pengenalan masyarakat setempat terhadap kegiatan mencari nafkah, berdagang atau bermata pencaharian.
Dalam bidang pertanian, sudah sangat lama dikenal pola perkebunan yang disebut oleh masyarakat setempat dengan lingko (kebun komunal atau sistem pembagian tanah pertanian yang disebut lodok).
Sama seperti halnya sub-sistem sosial yang lain, sub-sistem ekonomi dan mata pencaharian orang Manggarai senantiasa melekat dengan nuansa-nuansa religi. Pesta kebun adalah acara syukuran kepada mori jari dedek dan arwah nenek moyang atas hasil padi dan jagung yang diperoleh. Begitu pula upacara penanaman benih atau upacara silih yang dilakukan agar kebun atau ladang terhindarkan dari berbagai hama penyakit yang mengganggu tanaman.
Seperti diketahui, masyarakat Manggarai pada umumnya adalah masyarakat agraris. Secara turun temurun dua jenis tanaman andalan masyarakat adalah padi dan jagung. Bahwa kemudian kopi mendapat tempat sebagai komoditas yang akrab dengan orang Manggarai.
Sejak tahun 1938, pembukaan sawah dengan sistem irigasi sudah dikenal di Manggarai. Semula sistem irigasi persawahan ini kurang diminati masyarakat karena terasa asing. Tapi, setelah melihat hasil pekerjaan orang yang mengerjakan jauh lebih baik dan menjanjikan, maka sistem irigasi pun secara berangsur-angsur mulai ditiru dan kemudian malah menjadi kegiatan primadona.
Di samping mengerjakan sawah, berladang dan menanam kopi orang Manggarai juga terkenal handal dalam beternak kerbau, sapi, kuda, babi, anjing, ayam, serta melaut.

7. Teknologi
Masyarakat Manggarai di masa lalu sudah mengenal bahkan mampu menghasilkan peralatan atau perkakas yang dibutuhkan untuk kehidupannya.
Secara tradisional, mereka sudah dapat membangun rumah.
Dalam hal pembuatan rumah, misalnya di Manggarai dikenal lima tahapan yang sekaligus menggambarkan konstruksi segi lima. Konstruksi segi lima ini berkaitan dengan latar belakang filosofis dan sosiologis. Angka ini memang dipandang sebagai angka keramat karena secara kausalistis dihubungkan dengan rempa lima (lima jari kaki), mosa lima (lima jari dalam ukuran pembagian kebun komunal), sanda lima, wase lima, lampek lima.
Untuk pakaian, orang Manggarai sebelum mereka mengenal tenun ikat, bahan pakaiannya terbuat dari kulit kayu cale (sejenis sukun).
Sementara untuk perhiasan sebelum mereka mengenal logam, perhiasan mereka umumnya terbuat dari tempurung kelapa, kayu atau akar bahar.
Begitupun teknologi pembuatan minuman tradisional juga sudah dikenal cama di masyarakat Manggarai, yakni proses pembuatan atau mencampur air enau dengan kulit damer sehingga menghasilkan alkohol berkadar tinggi seperti arak atau tuak.
Masyarakat Manggarai sejak dulu juga sudah mengenal cara pembuatan obat-obatan yang berasal dari daun-daunan, misalnya londek jembu yaitu pucuk daun jambu untuk mengobati sakit perut, kayu sita, untuk pengombatan disentri.
Sebelum mengenal logam, untuk alat-alat pertanian, masyarakat Manggarai sudah mengenal perkakas dari bambu, kayu atau tanah liat untuk mengolah tanah pertanian. Sementara alat perburuan yang dikenal yakni bambu runcing, lidi enau, tali ijuk.